Minggu, 31 Januari 2010

Belajar Dari Pak Amin

Oleh: Ali Nurdin

Pak Amin merupakan guru Tunanetra SLB-A di Mataram. Beliau juga penyandang tunanetra. Tetapi sikap sungguh-sungguh yang ia miliki tidak menghentikannya untuk terus belajar dan berinteraksi dengan lingkungan. Ramah dan tidak kaku dalam bergaul. Minder pun hampir tidak pernah saya lihat. Kepada siapa pun, beliau mau belajar dan tak sungkan untuk menjadi sumber belajar bagi siapa-siapa yang mau belajar.
Saat ini beliau menakhkodai Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) cabang Mataram. Sebagai bagian tunanetra, tidak hanaya membaca huruf latin dan bahasa Arab yang patut dibaca. Tetapi mampu menguasai bagaimana menuliskannya.
Saya terakhir bulan Juni masih berinteraksi akrab dengan beliau, tak jarang mengantar kemana pun ia mau. Termasuk terakhir mengantarnya ke kantor Gubernur untuk membawa proposal kegiatan Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) di Bandung.
Selepas sampai di salah satu kantor pemerintahan Mataram, kami dilempar-lempar ke bagian-bagian yang katanya ada tempat yang pas untuk memasukkan proposal. Akibatnya, saya sempat gusar dan tak luput mengumpat para pajabat bawahan yang asyik melempar-lempar kami.
Ditengah kegusaran saya, pak Amin hanya berucap enteng. “Sabar pak Ali, nanti juga ketemu tempatnya.” Ringan dan tenang seraya tidak merasa diperlakukan demikian. Padahal sebagai tunanetra tidak sepantasnya diperlakukan demikian. Ingat loch, beliau merupakan Juara 3 Hafiz Qur’an Tingkat NTB Juli lalu di Dompu. Ia pula yang mengharumkan nama NusaTenggara Barat (NTB) di kancah Nasional dengan menjuarai lomba penghafal Qur’an.
Terlepas dari peristiwa di atas, ada makna yang bisa dipetik. Pertama, membiasakan mengucapkan istigfar, ternyata dapat meredakan kemarahan secepat mungkin. Kedua, sabar dalam mendapat perlakuan apa pun dan dari siapa pun. Apa pun bentuknya. Ketiga, jangan pernah berhenti menyerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar